Blog ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Kisah di Balik Pembangunan Waduk Bendo Ponorogo

Waduk Bendo di Ponorogo, Jawa Timur bukan hanya proyek strategis nasional belaka. Ia juga wilayah yang asri sekaligus sakral bagi warga sekitar.

Ditulis pertama kali oleh Tangguh Adi Wiguno pada 21 Juli 2017. Dipindaharsipkan ke Pijak dari Tengara.co.

Waduk Bendo di Ponorogo, Jawa Timur

Mendengar namanya saja mungkin masih terkesan asing di telinga. Tak heran jika masih belum banyak masyarakat tahu mengenai keberadaan Waduk Bendo, sebuah megaproyek bendungan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Waduk Bendo sebenarnya merupakan perkampungan biasa yang didiami oleh sekitar 89 KK yang kemudian disulap pada tahun 2015 lalu oleh pemerintah menjadi salah satu bendungan air terbesar di Jawa Timur. Terletak di sebelah timur Kota Reog, Waduk Bendo diprediksi akan menjadi salah satu objek wisata menarik sekaligus penangkal kekeringan di kawasan itu.

Pada saat kunjungan pertama kali saya ke Waduk Bendo, kawasan tersebut masih dalam tahap pembangunan. Hanya pegawai proyek dan orang-orang tertentu saja yang boleh masuk ke kawasan waduk. Akan tetapi, meskipun masih dalam tahap pembangunan nyatanya tuah dari keberadaannya telah cukup memberikan banyak rezeki bagi warga sekitar.

Sepanjang jalan yang saya lalui menuju kawasan Waduk Bendo, telah banyak berdiri warung-warung tradisional yang sengaja didirikan oleh masyarakat. Warung-warung tersebut persis berdiri di samping lereng dari area pembangunan waduk, sehingga ketika para pengunjung singgah, mereka dapat melihat pemandangan langsung area waduk atau lebih tepatnya area pembangunan waduk.

Pak Edi, warga sekitar Bendo

Direncanakan sejak era Presiden Soekarno

Waduk yang memiliki luas sekitar 295 Ha ini ternyata telah menjadi kisah turun-temurun dari generasi ke generasi sejak tahun 1960an.
“Waduk ini sebenarnya sudah dari lama mas ceritanya, dari (zaman) mbah saya dulu katanya sudah mau dibangun” kata Pak Edi. “Sampai-sampai dulu itu, namanya juga wong ndeso mas, wong ra sekolah, sempat diapusi (dibohongi) sama lurah, katanya kalau waduk ini dibangun warga harus urun pari (mengumpulkan sebagian hasil panen) ke desa terus baru bisa dibangun waduknya,” tambah Pak Edi.

Cerita dari Pak Edi mengenai pembangunan Waduk Bendo yang telah turun-temurun tersebut memang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Namun ditambah dengan penuturan dari beberapa warga lain, yang juga sempat saya temui juga menuturkan hal yang sama, bahwa waduk ini telah cukup lama direncanakan. Bahkan dari beberapa warga lain percaya jika sebenarnya dahulu Presiden Soekarno sempat akan berkunjung ke kawasan Bendo untuk meninjau, meskipun nyatanya kunjungan tersebut belum sempat tercapai sampai ajal menjemput beliau.

Makam Kuno dan Pertapaan

Secara geografis, dukuh Bendo yang akan dijadikan waduk merupakan daerah perbukitan yang tengahnya dialiri oleh aliran sungai. Perbukitan yang mengelilingi daerah Bendo tersebut oleh warga sekitar disebut Gunung Bayang Kaki, sedangkan aliran sungai yang mengalir merupakan anak sungai dari Kali Madiun.

Suasana pembangunan Waduk Bendo

Menurut penuturan Pak Edi, di Gunung Bayang Kaki tersebut terdapat tiga makam keramat yang konon dipercaya merupakan leluhur warga Dukuh Bendo. Makam tersebut dahulunya sering dikunjungi oleh para peziarah dan pertapa yang menginginkan kekayaan dalam waktu singkat, atau dalam kata lain pesugihan. Peziarah dan pertapa yang ingin mencari pesugihan tersebut diharuskan mendaki perbukitan dengan lereng curam tanpa bekal dan penerangan selama tiga hari.
“Di gunung itu mas (sambil menunjuk ke arah bukit dengan puncak tertinggi), dulu katanya sering dijadikan tempat topo (bertapa), orang bisa berhari-hari disana untuk dapat pesugihan, tapi sekarang sudah ndak ada mas, kalau kata Kiai itu musyrik,” tutur Pak Edi.

“Dulu makam itu katanya makam leluhurnya warga yang tinggal di Dukuh Bendo, dulu ada tiga orang yang lari kesini terus hidup disini dan keturunannya jadi warga Bendo sekarang yang tinggal di bawah itu (menunjuk perkampungan di area waduk),” kata Pak Edi.

Kini aktivitas mencari pesugihan tersebut perlahan mulai hilang bahkan mungkin sudah musnah, tak ada lagi warga atau masyarakat yang datang mendaki bukit untuk mengunjungi makam meminta pesugihan.

Warung sekitar Waduk Bendo yang dibangun oleh warga sekitar

Keindahan Alam yang masih Asri dan Alami

Meskipun masih tidak dapat dipastikan apakah pembangunan waduk Bendo akan berjalan lancar dan tanpa menciderai keasrian alam sekitarnya, namun tak dapat disangkal bahwa alam Bendo yang saya kunjungi saat itu masih asri. Sepanjang kanan dan kiri jalan masih ditumbuhi hutan-hutan muda yang terdiri dari pohon-pohon jati maupun tanaman-tanaman liar semak belukar. Binatang seperti monyet, burung kicau, dan beberapa binatang lainnya pun juga masih sempat saya dengar suaranya.

Keasrian dan kealamian Bendo tentunya akan menjadi nilai tambah jika dapat dipertahankan dengan baik di tengah pembangunan waduk. Akan sangat disayangkan apabila nantinya, keasrian dan kealamian alam sekitar Bendo menjadi hilang setelah pembangunan datang. Tidak hanya flora dan fauna yang hidup di dalamnya yang akan mendapatkan kerugian, namun perlahan juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Cuma seorang pejalan yang gemar memaknai hubungan sosial.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.