Lakaey, Konon Katanya Mie Ayam Wonogiri
![]() |
Setidaknya itulah kalimat yang tertulis di bio Instagram @lakaey_. Saya menemukan kedai mi ayam ini di TikTok. Semenjak Ramadhan, memang rekomendasi video #fyp (for your page) di linimasa TikTok saya bertemakan makanan. Dan segmentasinya tepat: kuliner di Jogja. Maka tentu saja video-video kuliner kota sebelah ini saya simpan dalam arsip tersendiri: Kafe & Makanan di Jogja.
Mie Ayam Wonogiri 'Lakaey' awalnya hanya sebuah kedai kecil di utara Lapangan Mancasan, Wirobrajan. Sejak April 2021, usaha ini melakukan ekspansi dengan membuka cabang di Gowongan, tak jauh dari area turis Jln. Mangkubumi. Dan malam ini, saya, Rio, dan Uun berniat mencicipinya.
Kedai di Gowongan relatif sulit ditemui. Warung ini belum memasang plang, khususnya di Jln. Gowongan Kidul yang notabene searah ke arah barat. Titik di Google Maps rupanya sudah tepat meski kami meragukan koordinatnya. Maklum, jalan masuk menuju kedai mie ini ternyata satu gapura dengan Sare Hotel dan menempati bangunan bekas Dapur Mamacha. Ya untungnya setelah 2 kali melewati depan gang yang sama, kami memutuskan berbelok. Dan benar, bangunan estetik dengan corak branding khas merah putih itu tampak hangat dalam remang-remang malam. Lampu kuning membuatnya syahdu di tengah temaram Jogja yang baru saja dibasahi hujan berjam-jam.
![]() |
Kondisi kedai di malam temaram |
![]() |
Dekorasi warna putih merah hingga ke tirai dan dinding kedai |
![]() |
Meja tempat set permainan dan alat makan tersedia |
***
Di kedai ini, kami memesan 2 macam menu makanan. Saya dan Uun memesan 'Mie Ayam G-Penx Chili Klenyit (Rp16.000)' sedang Rio yang tidak doyan pedas mengambil 'Mie Ayam G-Penx Goyeng (Rp16.000)'. Sebagai tambahan, saya menambahkan 'Bakso Jis (2 x Rp5.000)', itung-itung buat kudapan bersama. Minumnya sih standar aja, 'Es Tueh (Rp4.000)'.
"Okeh, pesanan lengkap," saya menorehkan 'Uun' pada bagian nama pemesan, mengopernya pada kru dapur yang merangkap resepsionis.
![]() |
Daftar menu Lakaey Gowongan |
Meski warung makan, Lakaey punya beberapa mainan tongkongan seperti Uno Stack-o, dan permainan kartu, terletak di sudut utara, di samping set alat makan. Penggunaan tirai warna putih dengan tulisan merah 'Lakaey' tentu membuat orang berekspektasi bahwa ini adalah warung ramen. Belum lagi brandignnya benar-benar khas dan membuat tempat ini makin kece di mata lensa. Tak hanya muda-mudi, kami duduk bersebelahan dengan ibu-ibu yang tampaknya menikmati kudapannya. Kedua piring tampak bersih tak bersisa, baguslah, meminimalisir sampah makanan (food waste).
Pesanan kami pun jadi.
"Atas nama Uun!" panggil pelayan.
"Kono Un jipuken, kan nggo jenengmu," sahut saya. "Ooo ngono to cara maine, pinter," Uun mengambil mangkuk-mangkuk mie ayam yang sudah tersaji di atas baki, membawanya dengan gaya gorilla walk supaya mangkuk tidak bergeser dan jatuh.
![]() |
Tersedia beberapa set bangku |
***
Karena saya mengambil mie ayam gepeng, ternyata menu yang dimaksud adalah mie ayam dengan kwetiaw. Hmm, jarang-jarang ada mie ayam Wonogiri yang mengganti bahan mie dengan komposisi yang lain. Secara tekstur, kwetiawnya kenyal. Cacahan daging ayam yang telah dimarinasi ditabur tanpa ragu oleh sang koki, terlihat relatif banyak dibanding porsi kwetiaw yang disajikan. Kalau dirunut, bumbu mie ayam (dengan ekstra minyak cabai yang saya pesan) terletak di dasar mangkuk, dilanjutkan dengan kwetiaw, cacahan daging. Terakhir pangsit, irisan mentimun, dan cacahan daun bawang dan sawi di atasnya. Sedikit tidak lazim, tapi okelah.
Sebagai bentuk pelayanan, Uun ikut mengambilkan sumpit. Saya sibuk memotret dan Rio yang masih dalam masa pemulihan cedera otot kaki memang memancing Uun buat inisiatif.
![]() |
Justru yang ada chilli oil adalah kwetiaw yang putih, huh |
"Kowe ora njajal polosan sik po?" tanya Uun. Karena sudah terlanjur lapar, saya cepat-cepat tuangkan saus, minyak cabai (ada juga di botol), dan kecap ke porsi saya, lalu mengaduknya lincah dengan sumpit laiknya orang-orang peranakan.
***
Overall, makanannya enak. Penggunaan kwetiaw menggantikan mie tampaknya kurang lazim, tapi tetap cocok di lidah saya. Kunci kenikmatan maksimal dari santap kuliner kali ini adalah pencampuran saus, minyak cabai, dan kecap yang tepat ke dalam porsi mie ayam. Bila seleranya tepat, maka lidah tak henti-hentinya orgasme bersetubuh dengan mie ayam. Belum lagi cacahan daging ayam yang pas, tidak terlalu bongkah dan tidak juga lebur, empuknya pas, dan tidak terlalu manis.
![]() |
Jangan lupa memesan menu ekstra |
![]() |
Kenikmatan haqiqi ketika mie ayam diganti kwetiaw, wakwaw |
![]() |
Tersedia 3 bumbu mie ayam di sini, dari saus, kecap, hingga minyak cabai |
Tempatnya enak untuk bercengkerama panjang lebar. Sayangnya sih jumlah bangkunya masih relatif terbatas. Harga menu-menunya memang sangat affordable, namun rasanya tidak kalah juara! Mungkin, saya akan jadi returning customer ke depannya.
Posting Komentar