Akhir pekan biasa saya jadikan waktu untuk pelesir ke daerah tetangga. Sudah jadi kebiasaan bagi saya untuk menggunakan salah satu hari antara Sabtu atau Minggu untuk menjelajah setidaknya mendekati radius 80 kilometer dari tempat tinggal, entah itu ke Temanggung, Wonosobo, Semarang, atau Yogyakarta. Dari banyak daerah, Salatiga termasuk kota yang jarang saya sambangi. Padahal jaraknya jauh lebih dekat daripada ke Jogja. Saya menyebut agenda ini sebagai Solo Touring.
Menuju Salatiga, saya melewati Grabag. Jalan pintas membelah desa Pagergunung yang merupakan desa paling ujung utara di Kabupaten Magelang. Meski jalan pintas, kondisi jalan memang terlampau memperihatinkan, sangat. Maklum, jalan di sini menghubungkan Magelang dengan daerah tetangga, sehingga kondisinya kurang begitu diperhatikan. Walau jalan yang sama digunakan wisatawan untuk berwisata di Gunung Telomoyo, tampaknya Pemda belum punya alokasi dana kemari.
Telon Coffee Salatiga terdiri dari ruang ber-AC dan non-AC |
Hujan deras dan kabut tebal merintangi perjalanan saya menuju Salatiga. Beruntung lalu lintas lancar jaya karena saya juga tidak dikejar waktu. Tiba di Salatiga, 'Nyantai dimana ya? Ya masa Alun-alun?'
Google Maps merekomendasikan banyak tempat. Meski statusnya kota kecil, jumlah kafe di Salatiga jauh lebih banyak daripada Kota Magelang. Mungkin karena sudah terhubung dengan jalan tol, kawasan sejuk dengan tata kota ciamik, membuat Salatiga banyak dilirik wisatawan. Dari puluhan kafe, fokus saya tertuju pada salah satu kedai kopi terletak di kawasan Pecinan Salatiga: Telon Coffee.
Kafe ini mungil, nyaman bagi saya yang tidak menyukai keramaian. Terletak di Jln. Pemotongan, kedai ini tak jauh dari pusat kota. Tanpa pikir panjang, saya mampir.
Peralatan racik kopi yang dimiliki Telon Coffee |
Daftar menu Telon Coffee |
Dua orang barista sedang duduk santai dengan obrolan renyah mereka. Salah satu tamu, sedang memesan kopi untuk dibungkus pulang. Di beranda kedai ini, tersedia 18 bangku dengan formasi 3 bangku couple, dan 2 x 6 bangku besar. Kedelapan belas bangku ini terletak di luar ruang ber-AC, khusus untuk perokok. Sedang di dalam ruangan, ada konter bar dengan dua kursi kecil, juga 4 meja meja kecil dengan satu bangku panjang. Tersedia colokan dan wifi di sini, cocok untuk pelajar dan mahasiswa yang nugas, atau pekerja kreatif yang bisa bekerja dari mana saja (WFA, work from anywhere).
"Pesan es kopi yang ada warna merah di dasarnya, apa namanya mas?" saya urung memesan red velvet. Selain karena sudah terlalu sering, saya lihat di ulasan Google Maps, kedai ini menjual kopi susu rasa stroberi.
"Oh namanya Lembayung mas dan rasanya stroberi. Selain yang stroberi, ada juga yang Jenar dan Violet," terangnya ramah meski senyum mekar di balik masker tebal.
"Okedeh, tambah pisang goreng ya," entah mengapa di musim hujan, pisang goreng jadi kudapan yang nikmat.
Prestasi yang diperoleh barista Telon Coffee pada 2018 |
Es kopi susu Lembayung yang saya pesan hanya seharga 17 ribu saja |
Sedikit camilan sembari rehat sebelum kembali ke kampung halaman |
Pisang goreng yang saya pesan empuk, gurih, dan renyah meski sudah dingin |
***
Kedai ini memang kecil, namun tersedia permainan kartu, permainan papan, dan UNO stack-o. Tampaknya ketiga permainan ini memang sudah jadi barang wajib di setiap kafe. Sebagai ruang temu tatap muka, memang tidak sah kalau tidak ada permainan. Yakali pengunjung harus membawanya sendiri.
Barista berbincang dengan pengunjung yang mungkin kawan sendiri |
Barista cowok meracik kopi, sedang barista cewek memasakkan pisang goreng. Dan di sinilah saya, menulis artikel ini dengan santai di sudut paling nyaman kafe ini, sembari menunggu waktu yang tepat untuk kembali ke rumah. Tentu dengan melihat lagi prakiraan cuaca. Kedua pesanan pun tersaji di meja sebelah. Pisang gorengnya rupanya di luar ekspektasi saya. Bukan pisang goreng ala-ala angkringan, melainkan pisang goreng krispi dengan remahan renyah. Kopi susunya pas, rasa kopi dan stroberi yang berasal dari sirup terasa sama imbangnya. Aman lah buat lambung saya.
Di paragraf terakhir postingan ini, saya bersiap-siap. Baterai ponsel sudah hampir terisi penuh. Waktunya bergegas pulang, melalui jalan berbeda dari Banyubiru.
Kafe mungil, nyaman, terletak di sudut Jalan Pemotongan Salatiga |