Blog ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Sambal Korek Pak Topo, Nostalgia Rasa di Masa Kuliah

Dulu dalam seminggu, saya bisa makan di sini hingga 3 - 5 kali.
Jongglang!

"Asu!" Lagi-lagi motor biru ini menghantam lubang besar menganga di Jalan Gito-gati. Sebagai salah satu jalan kelas kabupaten, jalan ini memang paling memperihatinkan di Sleman. Ia punya peran vital sebagai konektor antara Sleman timur dengan Sleman barat, namun kondisinya sangat parah. Tiap meter jalan ini berlubang hebat, sehingga pengendara kudu akrobatik ketika melintasinya.

Sambal Korek Pak Topo

Meski harus melewati jalan yang kelewat parah, ada satu tempat yang memikat saya untuk kemari. Tempat ini baru sekali saya kunjungi bersama sahabat saya yang sudah menikah kembali ke daerah asalnya. Apalagi kalau bukan Sambal Korek Pak Topo.

***

Sewaktu kuliah dulu (medio 2015-2019), saya biasa bertemu dengan sahabat saya Rofi. Entah sedang di asrama atau di kampus, Pak Topo menjadi tujuan kami makan. Namun cabang yang kami datangi bukan di Jln. Gito-gati, karena selain jauh, cabang itu tergolong baru dan punya harga berbeda sebagai restoran keluarga. Cabang yang biasa kami sambangi ada di Jln. Manggis, Klebengan, tepat di utara area kampus kami.

Dokumentasi pada 17 Desember 2019, dimana sambal korek menjadi lauk utama bagi saya. Dan seporsi makan ini dihargai Rp. 15.000,- saja

Salah satu daya tarik yang membuat kami hampir singgah tiap hari di warung Sambal Korek Pak Topo Klebengan adalah kenikmatan sambalnya. Tentu saja sambal jadi keunggulan di kedai ini. Perpaduan sambal bawang korek, disantap sebagai pelengkap lauk seperti ayam, terong, dan tempe goreng, bertabur kremesan renyah membuat makan saya semakin lahap. Lalapan yang segar membuat makan makin berselera. Ditemani segelas teh ukuran besar, sensasi pedasnya sambal di lidah dapat segera diredam dengan dinginnya es. Kedai kecil ini relatif populer di kalangan mahasiswa UGM, karena selain harganya yang murah—dijual dalam bentuk paket, lauknya pun digoreng dengan minyak khusus menjadikannya tidak begitu berminyak. Nasi, sambal, dan lalapannya yang bisa prasmanan membuat kami selalu kenyang usai makan di sini. Alhasil, saya dan Rofi hampir jadi pelanggan tetap di warung ini. Atau sebut saja, kami penglaris. Saking betahnya, kami pernah duduk ngobrol selama 3 jam lebih di tempat ini—entah apa yang kami bicarakan saat itu.

Sayangnya itu dulu, sebelum pandemi melanda. Akibat pandemi, enyahnya para pendatang terutama mahasiswa di Jogja, Sambal Korek Pak Topo menutup kedua kedainya di sekitar kampus. Oh ya, kedai kedua ada di Jln. Flamboyan, dan kedai kedua ini sepertinya belum genap setahun umurnya. Tempatnya jauh lebih lowong dan nyaman ketimbang warung pertamanya di Jln. Manggis.

***

Tahun sudah 2021, dan saya pun ingin kembali bernostalgia dengan kenangan itu. Maka, meskipun hanya ada satu cabang tersisa di Jln. Gito-gati, berjarak 5 kilometer dari kosan saya, tetap saya sambangi.

Kedai ini terletak di Jln. Gito-gati, memiliki area parkir yang luas, dengan konsep warung terbuka
Kursi makan keluarga di lantai 1

Di lantai 2, pengunjung bisa lesehan

Kursi nongkrong di sisi utara warung

Saya tiba. Parkiran rumah makan ini terlampau luas, dan sepi. Asumsi saya, semoga saja kedai kuliner legenda bagi saya ini tetap bisa bertahan melalui masa pandemi. Baru melepas helm, mas-mas pramusaji sudah berdiri siap menyambut saya dengan buku menu di tangan.

"Monggo mas. Mau makan di sini atau dibungkus?" tawarnya.

Tentu saja makan di tempat.

Tidak banyak berubah, menu yang disajikan di rumah makan ini tetap sama seperti medio 2019 lalu. Dari ayam goreng (kampung dan negeri), kremesan, tahu goreng, tempe goreng, terong tepung, hingga bebek goreng. Oh ya, untuk bebek goreng ini menu baru. Sambal Korek Pak Topo sendiri sudah mengganti namanya menjadi Ayam Goreng Kalasan Pak Topo. Perubahan nama, serta fasilitas di kedai yang berbeda tentu mengubah harga dan mekanisme makanannya.

Masjid Suciati di sisi barat

Bangunan kedai ini terdiri dari 2 lantai. Di lantai 1 ada kursi keluarga dan kursi santai. Ada juga ayunan di sudut taman. Karena menu utama di sini adalah ayam goreng, maka disediakan pula dua wastafel serta satu wastafel ekstra di pintu masuk. Kondisi toilet bersih dan bagus. Untuk solat, pengunjung bisa menggunakan ruang di lantai 2 atau menyambangi Masjid Suciati di sebelah barat.

Makanan siap. Dengan penuh kehati-hatian, mbak-mbak pramusaji membawa piring keramik dan gelas es jeruk berukuran standar itu di atas nampan.

"Monggo mas," ucapnya lirih, berbalas terima kasih.

Porsi pertama yang saya santap di 2021

Saya memutuskan mengurangi kebiasaan minum teh setelah makan supaya zat besi pada makanan bisa diserap tubuh

Ayam digoreng hingga matangnya merata

Lauk-pauk digoreng dengan minyak khusus sehingga tidak begitu berminyak dan tetap renyah

Uap panas membumbung tinggi dari ayam goreng dan nasi hangat. Ayam goreng ini disatukan dengan terong goreng tepung dan tempe goreng, berselimut kremesan segar yang masih renyah. Lalapan berupa mentimun segar diletakkan di ujung piring. Dua sambal korek diletakkan dalam wadah sambal kecil terpisah. Saya memang pesan dua karena tahu sejak rumah makan ini tidak lagi prasmanan, sambalnya dibatasi. Buat saya sayang sekali sih tentunya, apalagi sambal adalah menu yang diunggulkan di sini.

Dengan mengucap bismillah, makan dimulai.

Benar-benar otentik. Rasa yang pernah saya kecap 2 tahun lalu rupanya tetap bisa dijaga oleh kedai ini meski sudah pindah lokasi. Ayam gorengnya tetap empuk dengan kremesan yang tidak begitu berminyak. Sensasi pedas sambal koreknya tetap khas. Kenikmatan hakiki yang tak tertahankan. Seporsi makan ini dihargai lumayan, Rp. 26.000,-
Menurut saya, pembatasan porsi tak masalah selama kualitas rasa masih tetap terjaga.
Tapi sedikit perhatian bagi yang memiliki masalah pencernaan terutama lambung, mungkin makan menu-menu ini akan memberikan sensasi terbakar pada lambung.

Saya kembali menyambangi Sambal Korek Pak Topo demi #NostalgiaRasa

Meski porsi berubah, namun kualitas dan citarasa tetap terjaga

Dengan tempat baru yang jauh lebih nyaman, bagi saya tak masalah. Yang penting, makanan ini menjadi pengingat bagi saya kalau punya kenangan indah bersama sahabat, sebelum akhirnya berpisah karena tujuan hidup yang berbeda.

Cuma seorang pejalan yang gemar memaknai hubungan sosial.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.