Gunung Merapi dalam kekayaan antropologis melekat dalam hampir seluruh unsur-unsur kebudayaan Jawa, khususnya masyarakat Jogja. Mulai dari filosofi sumbu imajiner hingga tradisi Labuhan Merapi, gunung setinggi 2.930 mdpl ini menjadi simbol kekuatan magis bagi masyarakat setempat. Apalagi dalam filosofi sumbu imajiner, Merapi dilambangkan sebagai api, Samudera Hindia sebagai air, dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah titik imbangnya. Apabila laut selatan melambangkan hubungan sesama manusia (horizontal), maka Merapi adalah wujud harmonisme dengan Sang Pencipta (vertikal).
Giat Rutin Minggu Sore ke-72 (Sleman) dilaksanakan dengan format patroli sepeda. Patroli ini dilakukan guna membidik calon lokasi pembersihan #sampahiklan di wilayah Kabupaten Sleman untuk giat-giat berikutnya. Selain itu, alasan mengapa patroli sepeda dilakukan sebagai momen bersenang-senang para relawan sembari menikmati lanskap kota yang terus berubah.
 |
Konvoi sepeda sebagai rekreasi para relawan Garuk Sampah |
 |
Baliho, papan nama, dan kabel semrawut adalah ciri khas Jogja |
 |
Baliho-baliho besar di sudut tenggara Simpang Condongcatur |
 |
Papan-papan baliho raksasa di sudut timur laut Simpang Condongcatur |
Satu per satu relawan tiba di lokasi titik kumpul mulai pukul 16:00 WIB. Belum banyak relawan hadir di area depan Gerbang Utama UNY ini. Masmin yang sedang menikmati hari Minggu dengan bersepeda ke Bandara Yogyakarta International Airport pun ditunggu untuk segera tiba di titik kumpul. Masmin tiba lima puluh menit kemudian. Iya, sepeda jenis
fixed gear tidak dapat dipacu lebih cepat.
Sudah ada 8 orang berkumpul, Masmin orang kesembilan. Dengan penuh peluh yang mengkristal jadi garam, Masmin bertanya agenda hari ini. "Nanti kita sepedaan aja dari UNY ke Gejayan, lurus ke Terminal Condongcatur belok kiri. Sampai Jakal ke selatan sampai UGM ke barat. Finis Jln. Magelang," terang Arip, salah satu relawan rutin Garuk Sampah. Secara tidak langsung, agenda hari ini hanya patroli bersepeda. Itung-itung penyegaran di akhir pekan meskipun udara sejuk menusuk tulang. Musim kemarau yang juga musim layangan memang ditandai dengan hembusan angin dingin dan kering dari Australia, sehingga hari-hari biasa akan jauh lebih beku dari biasanya.
Tanpa berlama-lama lagi, konvoi sepeda dimulai. Jln. Gejayan yang ikonik dengan aksi demonstrasi 1998 masih sepi dari aksi. Meski RUU Cipta Kerja kian dikebut tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat, para aktivis dan mahasiswa yang ingin menyuarakan pendapat terbelenggu suasana wabah yang secara tidak langsung melarang aktivitas berkumpul dan berhimpun. Di beberapa titik wilayah Kota Jogja dan Kabupaten Sleman terpasang spanduk-spanduk yang melarang aktivitas demo dengan redaksi dari "Forum Masyarakat Jogja". Entah konsensus masyarakat mana yang melarang memperjuangkan keadilan.
 |
Meski kontennya iklan layanan masyarakat, spanduk dari Polda DIY ini mempromosikan produk |
 |
Spanduk promosi layanan internet BizNet di Jln. Anggajaya |
 |
Baliho-baliho bambu calon kepala Desa Condongcatur |
 |
Pemandangan arah utara dari Simpang Kentungan, Gunung Merapi tertutup |
Sepanjang Jln. Gejayan, tumpukan tali tambang yang membuat tiang PJU tampak seperti kepompong tak kunjung ditindak Pemkab Sleman. Alih-alih menindaklanjuti pelanggaran, malah Masmin dan akun @
garuksampah diblokir untuk bisa melihat pembaruan di @kabarsleman. Spanduk-spanduk juga masih banyak membentang di sepanjang jalan, baliho-baliho besar saling bersaing menancap pada trotoar atau bertengger pada fisik bangunan. Semuanya punya implikasi yang sama, pelanggaran tata pariwara yang tidak pernah disentuh oleh Pemkab Sleman. Akibatnya, pandangan ke Gunung Merapi nyaris tertutup seutuhnya oleh baliho. Romantisasi bahwa Merapi adalah pusaka Jogja tidak berlaku untuk Jogja modern.
Tiba di Simpang Condongcatur, lalu lintas begitu ramai. Terjadi penumpukan dari arah barat akibat kendaraan yang melalui Simpang Monjali tidak terhambat di Simpang Kentungan. Inilah yang dinamakan
induced demand, ketika jalan baru dibangun, Ia mungkin menyelesaikan masalah kemacetan hanya dalam 1-2 tahun saja. Sisanya, jumlah kendaraan bermotor (pribadi) akan terus bertambah, jalan baru akan terus dibangun dan langit Jogja kian pekat dengan polusi udara dan polusi suara. Sego Segawe tak lagi jadi kultur masyarakat Jogja yang dikenal sebagai 'Kota Sepeda' setidaknya hingga medio 90-an.
 |
Baliho kosong di sudut barat daya Simpang Kentungan |
 |
Pemandangan Jln. Kaliurang dari sisi utara Simpang Kentungan |
 |
Baliho kosong di sudut tenggara Simpang Kentungan |
Rute sepeda berbelok ke kiri. Di Jln. Anggajaya,
roundtag banyak bertebaran khususnya berisi materi kampanye calon kepala Desa Condongcatur. Ada juga layanan telekomunikasi internet kabel yang dipromosikan di wilayah ini karena memang kawasan perumahan. Alhasil, selain ruwet dengan spanduk dan roundtag, wilayah ini semrawut dengan kabel jaringan.
Tiba di Jln. Kaliurang, rute berbelok ke arah selatan. Iring-iringan terhenti oleh lampu merah Simpang Kentungan. Di area teramai lalu lintas di Jogja ini terlihat hampir seluruh baliho kosong terpampang di sudut persimpangan. Pandemi memang sukses menurutkan daya beli masyarakat termasuk pada belanja iklan.
***
 |
Tempat pembuangan sampah liar banyak bermunculan di Daerah Istimewa Yogyakarta |
Rute patroli sepeda pada giat ke-72 Sleman diakhiri dengan memasuki kawasan Kota Jogja di Jln. Magelang. Usai konvoi, beberapa relawan pulang, beberapa lainnya menghabiskan Minggu malam dengan duduk-duduk santai di taman sempadan tengah Jln. Sutopo, Kotabaru.
Posting Komentar