 |
Operasi pembersihan Simpang Bugisan |
Hujan gerimis deras mengguyur Kota Jogja bagian selatan begitu Masmin dan Kopyordinator tiba di Simpang Bugisan. Perempatan paling ujung barat daya kota ini memang kurang strategis untuk tempat pelaksanaan giat ke-259, alhasil kawan Garuk Sampah yang reguler mengikuti giat, absen untuk mengikuti bersih-bersih pada Rabu (11/3) malam ini. Setibanya di Simpang Bugisan, Kopyordinator Bekti Maulana segera mengabarkan bahwa Ia sudah tiba di lokasi beserta prediksi cuaca malam ini.
 |
Bahaya, Jln. Bugisan sisi timur tidak memiliki ruang pejalan |
Setiap mendengar kata 'Bugisan' dalam Simpang Bugisan, masyarakat umum bertanya-tanya, apakah ada korelasi penamaan daerah ini dengan nama salah satu suku bangsa di Indonesia? Jawabannya, iya.
Mengacu pada sejarah, Bugisan adalah salah satu kesatuan prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Prajurit ini sudah ada sejak 1763 dan pada awalnya didatangkan dari Kesultanan Hasanuddin di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Keberadaan prajurit ini tidak lepas dari Perjanjian Bongaya antara Sultan Hasanuddin dengan Speelman dari VOC. Tidak hanya ke Kerajaan Mataram, pengiriman prajurit juga dilakukan ke kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Inilah mengapa di persimpangan ini ditandai dengan patung prajurit Bugis di sisi tenggara dan diberinama 'Bugisan', supaya menjadi memori kolektif bagi masyarakat Jogja bahwa kawasan ini adalah area bermukimnya para prajurit Bugis.
 |
Assesment awal dilakukan untuk efesiensi waktu |
 |
Box control masih jadi tempat favorit untuk menyampah iklan |
 |
Kawan Garuk Sampah tidak banyak datang karena lokasi giat di pinggir kota |
Tiga puluh menit berselang, hujan mereda. Satu per satu kawan Garuk Sampah tiba di lokasi didominasi rekan dari Komunitas Sepeda Tinggi. Mereka memang biasa ikut giat yang dilanjutkan konvoi bersepeda keliling kota. Beberapa mahasiswa yang lagi-lagi mengerjakan tugas kampus dengan menjadikan gerakan Garuk Sampah sebagai subjek datang dari Institut Seni Indonesia, Bantul.
Giat dimulai. Karena dalam
assesment Kopyordinator tidak ditemukan banyak #sampahiklan di perempatan ini, giat dilakukan secara rombongan menuju perbatasan di selatan. Beberapa kawan Garuk Sampah ada yang memisahkan diri menyebar ke arah timur dan utara. Sasaran utama tetap di box control APILL karena titik ini biasa jadi spot favorit bagi pelanggar perda. Tidak jauh dari Sekolah Menengah Seni Rupa, sampah iklan di Simpang Bugisan didominasi oleh tempelan poster dari institusi pendidikan tersebut.
 |
Semua orang memiliki peran di Garuk Sampah |
 |
Sekolah Menengah Seni Rupa adalah penyampah iklan terbanyak di Simpang Bugisan |
 |
Berbagi peran dapat mengefektifkan kerja |
Selain membersihkan box control, tiang-tiang listrik, dinding bangunan, serta lubang drainase di bawah trotoar tak luput dari pembersihan. Banyak sampah plastik pembungkus makanan tersangkut di pintu air, maka wajar misal di area ini terjadi genangan. Salah seorang kawan Garuk Sampah tersetrum oleh tiang listrik milik Pemda DIY yang pengadaannya menggunakan anggaran tahun 2019 lalu. Alhasil kawan ini terkejut dan merasakan nyeri di tangan kanannya. Beruntung Ia tidak alami cedera atau luka serius karena reflek melepas tangan dari tiang. Masalah tiang ini sudah Masmin laporkan ke pihak berwenang melalui akun Garuk Sampah. Ke depannya, Kopyordinator juga akan mengadakan
test pen untuk mengecek aliran listrik sebelum giat dimulai.
 |
Dalam Garuk Sampah, gotong royong adalah spirit yang harus selalu dijaga |
 |
Sejumlah sampah menyumbat lubang drainase |
Giat di Simpang Bugisan diikuti oleh 25 relawan dan berakhir pukul 21:30 WIB. Giat pun ditutup dengan relawan duduk melingkar, memperkenalkan diri, serta evaluasi. Sebanyak 2 karung sampah digaruk, dan 1 spanduk bentang dari yayasan keagamaan untuk panti asuhan diamankan.
Posting Komentar