 |
Giat dengan mengedepankan protokol kesehatan |
Di benak masyarakat Jogjakarta, Simpang Bintaran terkenal dengan adanya Bioskop Permata di sisi timur laut perempatan. Bioskop yang terletak di Jln. Sultan Agung ini menjadi cerita bagi sebagian besar masyarakat Jogja untuk menikmati film-film racikan sutradara lokal maupun mancanegara. Dibangun pada era 1940-an, bangunan dengan nama awal Bioskop Luxor ini merupakan bioskop termewah dan termegah di abad 20an sehingga menjadi yang paling ramai dikunjungi. Setelah Indonesia merdeka, nama bioskop ini berganti menjadi Bioskop Permata dan mengalami masa jaya pada 1970-1990. Sayang sekali, karena tidak adanya peremajaan alat serta rekondisi bangunan fisik dan fasilitas, bioskop klasik ini tutup pada 2012 lalu dengan tiga hingga lima penonton film terakhir.
 |
Bioskop Permata, klasik, mewah pada masanya |
Giat ke-261 masih dilaksanakan terbatas. Meski begitu, beberapa kawan Garuk Sampah telah meminta izin Kopyordinator Bekti Maulana untuk bisa mengikuti giat di Simpang Bintaran ini. Walau memang mengizinkan tenaga tambahan, protokol kesehatan Garuk Sampah membatasi relawan yang bisa mengikuti giat maksimal 5 orang, termasuk Masmin dan Kopyordinator. Itu pun harus benar-benar sehat, tidak sedang mengalami demam, batuk, dan gejala-gejala lain baik yang terkait Covid-19 maupun tidak. Hal ini guna menanggulangi penyebaran Covid-19 khususnya di region Daerah Istimewa Yogyakarta.
 |
Kondisi dinding seng penutup lahan kosong di Simpang Bintaran pra-giat |
Setibanya di Simpang Bintaran, Kopyordinator menyambut kawan Garuk Sampah yang datang dari Banguntapan, Bantul tersebut. Kami tidak bersalaman sesuai dengan anjuran WHO dan menggantinya dengan tepuk siku. Ada satu relawan lagi yang berencana datang ke giat, Ia merupakan
founding father dari gerakan Garuk Sampah. Rencananya Ia akan datang membawa kantong sampah translusen yang diminta Kopyordinator sembari bersepeda dengan trailer dari Bantul.
 |
Protokol kesehatan Garuk Sampah mewajibkan cuci tangan, pra dan pasca giat |
 |
Masing-masing relawan hanya menggunakan satu sarung tangan saja |
Sebelum giat dimulai, kami bertiga mencari keran untuk cuci tangan. Biasanya keran-keran mudah dijumpai di salah satu sudut pertokoan. Apabila tidak tersedia keran, di masa darurat Covid-19 ini kami akan bergerak menuju toko ritel modern yang umum buka 24 jam. Biasanya mereka menyediakan tempat cuci tangan. Beruntung salah satu bengkel motor khusus ban menyediakan dispenser dan sabun khusus cuci tangan di beranda toko mereka, kami pun bergantian mencuci tangan.
Bekti mengedarkan sarung tangan medis berbahan lateks (kondom) pada kami. Jumlahnya sudah tidak sebanyak dulu. Biasanya Garuk Sampah melakukan peremajaan dan pembelian alat-alat pelindung diri (APD) untuk giat setiap dua-tiga bulan sekali. Pada awal tahun ini saja Garuk Sampah sudah nyetok sarung tangan medis ini sebanyak tiga kotak, jauh sebelum Covid-19 merebak di Indonesia. Memasuki bulan Maret, ketersediaan sarung tangan medis semakin langka di pasaran. Sekalinya ada, harganya bisa naik hingga lima kali lipat. Alhasil, giat mengandalkan stok yang tersisa, dan hanya tangan kanan kami yang menggunakan sarung tangan.
"Sarung tangan ini sudah sangat langka di pasaran karena sedang banyak dibutuhkan terutama bagi tenaga medis. Jadi ketersediaan barang ini bisa mempengaruhi giat kita di minggu depan," ujar Bekti dalam Bahasa Jawa.
Giat dimulai. Tanpa basa-basi Bekti menggunakan kapaknya menggerus lapisan poster yang menempel erat di dinding seng. Kawan Garuk Sampah yang hadir menggunakan scrapper merobek di lapisan lengkung supaya poster-poster iklan dan even wibu salah satu sekolah menengah di Gunungkidul cepat dibersihkan. Masmin mendokumentasikan kegiatan sembari melepas poster yang ditempel tidak begitu rekat.
 |
Giat tetap jalan walau hanya berempat |
 |
IndiHome, salah satu perusahaan BUMN yang tidak modal ngiklan |
 |
Hujan yang singkat serta vertikal tidak membasahi poster sehingga sukar dibersihkan |
Simpang Bintaran sebenarnya relatif bersih, kecuali di tutupan seng sisi barat laut simpang. Iya, seng-seng ini menutupi lahan kosong. Meskipun
sudah dibersihkan relawan Garuk Sampah pada saat perayaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada Jumat (21/2) pagi menuju siang, #sampahiklan tidak henti-hentinya menggempur dinding ini. Kali ini sampah iklan didominasi iklan produk tembakau yang diikuti dengan even Islami Masjid Jogokariyan, serta poster even Hi Japan #5 SMAN 2 Wonosari. Semuanya ditempel pada tempat yang tidak sah, dan bisa jadi
di atas properti pribadi seseorang.
Hujan yang cenderung vertikal pada sore hari kurang membantu malam ini. Poster-poster tidak terbasahi air hujan sehingga sukar dilepas. Sewaktu membersihkan, Masmin menemukan salah satu masker medis yang dibuang begitu saja di area pedestrian yang tidak layak. Melihat masker yang sudah kusam dan rusak, mungkin sudah cukup lama dibuang di tempat ini. Masker-masker ini, selain banyak digunakan oleh masyarakat yang sejatinya bukan garda terdepan dalam menangani wabah Covid-19, bisa juga jadi masalah di kemudian hari karena masker tergolong sampah medis dan butuh penanganan khusus. Virus corona bisa bertahan berhari-hari baik di bagian luar (apabila terkena bulir/
droplet virus) maupun dalam masker (apabila dikenakan orang yang mengalami gejala, ODP, PDP, maupun positif).
 |
Sampah medis akan jadi masalah baru suatu hari nanti |
 |
Memungut robekan poster yang dibersihkan dari dinding seng |
Giat berakhir ketika seng penutup sudah relatif bersih. Kami duduk-duduk santai di samping Bioskop Permata yang ciamik ini sambil bertanya kabar. Personel tambahan tiba dengan membawa tiga karung sampah guna menampung sampah iklan yang dibersihkan. Sampah iklan yang terkumpul sebanyak setengah kantong dan dibuang ke Pasar Sentul.
Posting Komentar