Mewahnya Sego Tempong Mbok Wah
Lembabnya udara Banyuwangi di siang hari sukses membangunkan saya dengan punggung basah. Saya menyeka keringat di dahi, mengambil handuk, dan berlalu ke balkon penginapan. Terlihat di peron 2 Stasiun Karangasem segera berangkat kereta Probowangi. Klakson loko menggema dibalas peluit petugas. Kereta merangkak perlahan...
‘Masih dua hari lagi di sini,’ benak saya.
Motor sudah dipanaskan. Kembali saya yang menyetir dan Dwi nebeng di belakang. Di kelompok pejalan kali ini, Hanafi bertugas sebagai ‘pakar’ kuliner. Ya, Ia yang menentukan kami mau makan dimana asal masih dalam kategori low budget. Semenjak masih di Jogja, memang Hanafi-lah yang paling tertarik dengan kuliner Banyuwangi yang tergolong unik.
“Saiki dhewe ning Sego Tempong dhisik. Cedhak kene,” saya pun mengikuti kemana Hanafi yang berboncengan dengan Jim pergi.
Tidak sampai lima menit, kami tiba di rumah makan tujuan. Letaknya berada di dalam lingkungan perumahan. Dengan banyaknya pengunjung, alhasil tukang parkir juga kewalahan mengatur lalu lintas supaya tidak mengganggu warga setempat. Nama tempatnya Sego Tempong Mbok Wah.
![]() |
Beragam menu bisa dipilih langsung untuk dituang pada piring |
![]() |
Sego Tempong hanyalah satu dari sekian banyak kuliner akulturasi khas Banyuwangi |
Motor sudah dipanaskan. Kembali saya yang menyetir dan Dwi nebeng di belakang. Di kelompok pejalan kali ini, Hanafi bertugas sebagai ‘pakar’ kuliner. Ya, Ia yang menentukan kami mau makan dimana asal masih dalam kategori low budget. Semenjak masih di Jogja, memang Hanafi-lah yang paling tertarik dengan kuliner Banyuwangi yang tergolong unik.
“Saiki dhewe ning Sego Tempong dhisik. Cedhak kene,” saya pun mengikuti kemana Hanafi yang berboncengan dengan Jim pergi.
Tidak sampai lima menit, kami tiba di rumah makan tujuan. Letaknya berada di dalam lingkungan perumahan. Dengan banyaknya pengunjung, alhasil tukang parkir juga kewalahan mengatur lalu lintas supaya tidak mengganggu warga setempat. Nama tempatnya Sego Tempok Mbok Wah.
Kami masuk. Rumah makan ini letakkan agak tinggi dan memang berada di rumah pemiliknya: mbak Maswah. Dari beranda, bau ikan dan ayam goreng sudah menyeruak. Begitu mendekati etalase lauk, justru aroma segar sambal dadak yang mendominasi. Lauk mulai dari ayam goreng, cumi goreng, hingga kepiting ada semua. Satu yang unik dari warung ini: di setiap pilar-pilar penyangga bangunan, tergantung pisang satu sisir.
Memesan makanan di Warung Mbok Wah semudah makan di warteg atau warung Padang. Pengunjung mengantre, setelah gilirannya tiba, cukup pilih lauk yang tersedia di etalase dengan menunjuk lauk. Pesanan dicatat dan pembayaran di akhir setelah makan.
Berhubung traveling kali ini bertajuk #LowBudgetChallenge, saya memesan satu porsi Sego Tempong dengan lauk telor dadar. Nasi memang diambilkan, tapi pelanggan bisa minta untuk ditambah/dikurangi sesuai porsi selera. Mbok Wah menjumputi sayur-sayur lalapan yang sudah direbus, beberapa potong tahu kubus, dan menyiram sambal dadak segra di atasnya. Terakhir, telur dadar pesanan saya dihidangkan sebagai topping.
Soal rasa, tak diragukan lagi. Perpaduan rasa manis sayuran rebus kontradiktif dengan pedasnya sambal nan menggelora. Kubis yang direbus masih terasa renyah meskipun lunak. Penggunaan tomat ranti dalam sambal pun menciptakan rasa masam yang segar. Telur dadarnya pun digoreng keriting sehingga tidak terlalu berminyak, maupun terlalu kering. Di tengah teriknya siang hari ini, segelas es teh menjadi pelepas dahaga yang pas dipadukan lauk yang tepat ini.
![]() |
Sego Tempong Mbok Wah 3 |
Rileks. Soal harga, satu porsi makanan yang saya pesan beserta es teh hanya menghabiskan Rp. 12.000,- saja.
---
Catatan:
Eksplorasi kuliner di warung ini terjadi pada Januari 2018. Perbedaan kondisi, suasana, dan harga bisa saja terjadi.
Posting Komentar