Blog ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Ketika Sermo Mengering

Kemarau panjang tahun 2018 rupanya ikut menurunkan debit aliran sungai yang bermuara ke Waduk Sermo. Akibatnya, ribuan hektar lahan pertanian di sisi selatan Kulon Progo terancam gagal panen.
‘Gue udah di depan kos putri,’ japri Ilyas melalui WhatsApp. Saya segera merangkul tas ransel, mengenakan jaket kebanggaan angkatan, bergegas keluar kamar. Ilyas rupanya salah berhenti, saya panggil supaya Ia menghampiri.

“Gimana Yas, kita makan mie ayam terenak se-Kulon Progo habis itu ke Waduk Sermo?” boleh.

Tidak terasa sudah memasuki minggu keempat saya di Kulon Progo. Resminya sih baru minggu ketiga karena minggu pertama Oktober ini saya belum benar-benar singgah di Wates. Tentu apalagi penyebabnya kalau bukan ribetnya birokrasi surat-menyurat yang justru terjadi di kampus saya sendiri. Dalam dua minggu saya mengajukan surat izin penelitian guna kelancaran pengambilan data selama terjun lapangan: dimulai dari departemen, departemen ke dosen pembimbing dan kepala departemen, departemen ke fakultas, fakultas ke kampus. Duh!

Waduk Sermo mengering, dilihat dari sisi utara


Namanya Mie Ayam Tambak Pak Yuli. Kedai yang terletak nyempil di belakang rumah mewah di sampung toko kelontong ini memasang tulisan ‘Warung ini tidak buka cabang!’ di berandanya. Kurang lebih sudah enam kali saya ke sini, dan selalu puas dengan rasanya. Ya, saya mendapatkan rekomendasi untuk makan di kedai mie ayam ini dari teman satu tim KKN saya: Sedyawati Hutami. ‘Enak banget di situ!’ seru Sedya. Awalnya saya memang ragu dan tidak berminat karena … mie ayam gitu. Paling ada tulangnya.

“Dua, satu es teh, satu es jeruk ya Pak!”

Tanah sedimen retak di dasar Waduk Sermo


Begitu saya memesan, adonan mie baru dimasukkan ke dalam kuah air panas. Kurang lebih saya harus menunggu sekitar 2–3 menit supaya adonan mie benar-benar matang mengembang.

Warung ini memang tidak sempit namun terkesan sumpek karena terpal menutupi jendela. Kurang lebih ada 10 meja dengan 20 bangku panjang. Di atas masing-masing meja terdapat tiga botol saus, semangkuk kecil sambal ijo yang khas, dan satu botol kecap yang rasanya sudah dimodifikasi karena sangat kental dan mungkin menggunakan resep khusus? Entahlah.

Mie Ayam Tambak Pak Yuli, kudapan wajib sewaktu mampir ke Kulon Progo


“Jadi gue lagi kunjungan lapangan ke Solo dan Jogja. Mumpung balik besoknya gue mampir ke rumah dong,” cerita Ilyas. Tak lama, dua mangkuk mie ayam pesanan kami tiba. “Nah yang bikin mie ayam ini beda ada di mienya, tebel banget kayak mie Aceh,” terang saya sembari menggoyangkan pantat botol supaya saus tertuang. Susah!

Dua hal yang membuat Mie Ayam Pak Yuli tetap ramai menurut saya karena racikannya yang khas, porsi yang besar meski harganya murah. Ada beberapa iris sawi, suwir atau irisan besar daging ayam tanpa tulang sedikit pun menumpuk di atasnya. Bumbunya benar-benar meresap dan nendang abis! Satu porsi mie ayam dengan segelas es teh pesanan saya dihargai Rp. 10.000,- saja.

***

Motor matik ini melaju, meliuk-liuk melewati jalanan kabupaten Kulon Progo yang memang gompal di banyak titik. Beruntung saya segera tiba di Jln. Pengasih — Sermo yang benar-benar menghibur lara: aspal mulus luar biasa, lengkap dengan garis putih dan rambu jalan. Memasuki kawasan Suaka Margasatwa Sermo, pemandangan ciamik menyapa kami. Kemarau panjang 2018 benar-benar membuat ribuan jati di Sermo merontokkan daunnya untuk memperkecil penguapan melalui mekanisme fotosintesis. Jati-jati gundul ini pun menciptakan fantasi tersendiri bagi saya, seperti akan ada gubuk usang atau kastil besar tersembunyi di baliknya. “Yakin nggak mau foto?” saya tawarkan Ilyas supaya mengisi umpan Instagram-nya.

Ilyas berpose di jalan alternatif menuju Waduk Sermo dari arah Nanggulan


Untuk memasuki kawasan danau Sermo, setiap pengunjung diharuskan membayar Rp. 5.000/kepala untuk retribusi. Tapi ya namanya orang Indonesia, banyak sekali motor berpelat lokal Kulon Progo yang dikendarai ABG setempat menerabas loket retribusi begitu saja. “Walah, pacaran kok nggak modal!” kutuk saya.

Kemarau panjang rupanya tak hanya merontokkan hutan jati semata. Mengecilnya debit sungai yang berasal dari Pegunungan Menoreh ikut menyusutkan Waduk Sermo. Alhasil, di beberapa bagian dasar waduk sangat jelas terlihat. Saya tertarik untuk turun ke dasar waduk, “Kita ke sebelah sana aja. Masih hijau tuh!”

Ketika surut, biasanya tanaman tumbuh di atas sedimen waduk


Saya memutari waduk lalu memarkirkan motor tak jauh dari instalasi foto, “Wah pasti bayar nih!” Biarlah, sesekali pun.

Menuruni bibir waduk, debu-debu tanah berhamburan sepanjang jalan setapak (blabuk). Di bawah, terdapat instalasi sapu lidi bergagang kayu yang ditancapkan terbalik. Ada dua pemudi di sana asyik berfoto di tengahnya, saya sih sama sekali tidak tertarik.

Ketinggian air kian susut selama kemarau panjang

Entah terbesit ide darimana, saya meminta Ilyas untuk tidur gelegoran di atas tanah kering ini. Jaket UII milik kakak perempuannya tentu kotor, “Digebuk-gebuk sithik paling yo resik.”Gulma yang tumbuh sporadis ini menciptakan latar belakang yang menarik, “Silau yah? Yaudah deh sedikit merem nggak papa.” Saya arahkan posisi, mencoba mengambil foto secara flatlay. Dan … foto yang saya hasilkan sangat memuaskan! 😄

Membandingkan potret dan pose antara saya dan Ilyas, pose saya mirip mayat di TKP


Dasar waduk benar-benar luas dan hijau — bagian yang membuat saya heran. Tanah di dasar memang kering hingga retak membentuk bongkahan, namun rumput tumbuh subur di sini. Ada beberapa ibu-ibu yang mungkin peternak, menyiangi rumput, mencabutinya, memasukkan ke dalam keranjang dari anyaman bambu, “Kagem makani wedhus mas.”




Kemarau panjang 2018 memang sudah lama berlangsung di Kulon Progo. Ketinggian permukaan air Waduk Sermo sudah menyusut sejak Juli lalu, menyisakan perahu-perahu kecil yang terdampar di daratan, menumbuhkan gulma-gulma liar yang tumbuh secara massif dan terus melebar. Kemarau tahun ini juga menyebabkan hampir seluruh sungai di Kulon Progo mengering total: kecuali Kali Progo yang memang sungai besar. Para petani di banyak tempat terpaksa mengganti komoditas tanamannya menjadi tanaman yang membutuhkan hanya sedikit air. Di dekat kawasan proyek bandara, tentu debu tak keruan beterbangan — ditambah kencangnya angin dari samudera selatan. Langit memang hampir selalu mendung, namun masih belum tentu kapan Kulon Progo akan turun hujan.
Cuma seorang pejalan yang gemar memaknai hubungan sosial.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.