Riwayatmu, TransJogja

Dengan tingkat okupansi yang rendah, layanan Trans Jogja tidak mampu menuntaskan persoalan utama di Jogja: kemacetan.

TransJogja diluncurkan pada 2008 dan menjadi transportasi berbasis BRT (bus rapid transit) primadona masyarakat Jogjakarta. Akan tetapi, carut-marut manajemen dan adanya korupsi di badan pengelola TransJogja telah melukai hati masyarakat Jogjakarta yang semula mendamba menjadi berpaling dari transportasi publik berpelat merah ini. Lalu, seperti apakah kondisi TransJogja saat ini?

Jumlah armada TransJogja masih relatif sedikit untuk melayani 17 jalur yang ada. Selain itu, banyak armada yang tidak layak pakai karena kurangnya peremajaan dan perbaikan berkala, seperti pendingin yang mati, dan pintu rusak.

Armada Trans Jogja banyak yang mengepulkan asap

Halte portabel Trans Jogja di MM UGM

Halte Trans Jogja

Jok Trans Jogja

Keretakan pada armada Trans Jogja

TransJogja memiliki lebih dari 200 pemberhentian berupa halte dan shelter. Akan tetapi posisi bus stop kurang strategis sehingga peminatnya pun rendah. Halte yang memakan porsi ruang pedestrian juga mengganggu hak pejalan kaki.

Kondisi interior bus memperihatinkan. Meskipun armada bantuan Kemen-terian Perhubungan dan Pemerintah Propinsi DIY sudah datang, belum semua armada yang tidak layak dapat ditarik karena harus beroperasi melayani lebih dari 17.000 penumpang di setiap harinya.

Shelter portabel TransJogja untuk menurunkan penumpang dan hanya dapat mengangkut penumpang dengan kartu berlangganan yang sifatnya prabayar. Sayangnya, minat masyarakat untuk berlangganan masih minim hingga turut berdampak pada rendahnya tingkat pemanfaatan TransJogja oleh masyarakat urban Jogja.

Meskipun pada 2017 ini PT. Anindya Mitra Internasional banyak mendapatkan bantuan bus operasional TransJogja dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan, masih banyak bus lawas yang tetap beroperasi demi melayani 17.000 penumpang harian. Dampaknya, polusi udara dari asap TransJogja ikut mengebul di jalanan.