Blog ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Ridwan Kamil dan Tantangan Ekonomi Kerakyatan

Peranan Pemerintah Daerah dalam Mengatur Persaingan Usaha

Pasar sejatinya merupakan salah satu kutub ekonomi masyarakat dengan medan magnet berupa reaksi penawaran dan permintaan.

Analogi sederhana ini menunjukkan bagaimana pasar berpengaruh cukup besar pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui konsumsi, dan pengangkatan kesejahteraan dengan adanya rotasi/perputaran uang. Meski pasar telah menjadi salah satu penopang kehidupan masyarakat, akan tetapi keberadaannya lambat laun mulai ditinggalkan. Kemunculan pasar modern yang diokupasi oleh perusahaan, lantas menyingkirkan peran pasar umum (tradisional) oleh karena kekurangannya yang dimiliki. Ya, manajemen pasar oleh perusahaan mampu memberikan kenyamanan bagi pengunjung daripada sekedarberinteraksi dengan tujuan ekonomi.

Foto oleh Anton Shuvalov dari Unsplash

Dari tahun ke tahun, perkembangan pasar modern di Indonesia terus mengalami peningkatan. Jumlah pasar modern di Indonesia mencapai 23.000 unit dengan rincian 14.000 unit minimarket dan 9.000 unit supermaket. Sedangkan jumlah pasar tradisional di Indonesia adalah sebanyak 13.450 unit dengan sekitar 12,6 juta pedagang kecil. Berdasarkan hasil studi AC Nielsen tahun 2007, jumlah pasar modern di Indonesia tumbuh sebesar 31,4% per tahun. Berbanding terbalik, pasar tradisional justru terus mengalami penyusutan sebesar 8% per tahun. Apabila keadaan tersebut terus dibiarkan, lama-kelamaan pasar tradisional akan tenggalam, ribuan bahkan jutaan pedagang kecil akan kehilangan mata pencahariannya.

Komparasi antara pasar dan toko modern di Cicaheum, Bandung

Revitalisasi: Solusi Tunggal Pemerataan Kesempatan Berekonomi antara Pasar dan Korporasi?

Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung telah memasukkan gagasan untuk meningkatkan ekonomi lokal/UMKM ke dalam visinya. Sebagai walikota terpilih, RK berkewajiban untuk melaksanakan mekanisme revitalisasi pasar sebagai perwujudan visi yang dicanangkan tersebut. Revitalisasi pasar ini ditujukan untuk menyamakan kedudukan antara pasar tradisional di region Kota Bandung untuk memiliki kondisi yang setara dengan toko (terutama yang berjejaring) modern.

Ridwan Kamil melalui PD Pasar Bermartabat (BUMD Kota Bandung) berusaha mengonversi iklim interaksi di pasar supaya tidak hanya bermotif ekonomi, tetapi juga interaksi sosial positif. Penambahan fasilitas berupa kafe dan foodcourt dipastikan akan menciptakan suasana baru, dimana pengunjung bisa betah untuk berlama-lama di pasar yang kini sekaligus menjelma sebagai tempat nongkrong. Nantinya, PD Pasar akan menyediakan lapak bagi pedagang tetap, serta menambah lapak bagi pedagang baru. Kedua pedagang ini nantinya akan menempati petak-petak lapak yang telah ditentukan, tanpa adanya pembedaan. Adanya akses internet melalui WiFi gratis juga dipastikan dapat mendigitalisasikan pasar supaya pemerintah dapat memantau ketersediaan stok bahan pangan, juga memanjakan masyarakat yang kini mulai didominasi generasi muda. Apalagi melalui redesain bentuk bangunan fisik pasar yang lebih ergonomis, maka minat masyarakat agar berbelanja di pasar bisa meningkat.

Kota Bandung tercatat memiliki 40 pasar tradisional. Diantara 40 pasar tersebut, 27 diantaranya terkendala teknis berupa tidak adanya sertifikat hak milik atas PD Pasar. Oleh karena tidak adanya sertifikat kepemilikan yang jelas, kedua puluh tujuh pasar tersebut terhambat proses pemindahannya secara administratif yang turut berdampak pada kemajuan proses revitalisasi. Beberapa pasar — seperti pasar Sarijadi, telah dilakukan revitalisasi sehingga dampak dari kebijakan ini dapat dipantau dalam beberapa waktu mendatang.

Akan tetapi, upaya pemerintah kota Bandung tidak cukup hanya dengan melakukan revitalisasi di pasar tradisional. Restrukturisasi dan reorganisasi PD Pasar juga perlu dilakukan untuk menangani pegawai negeri inkompeten dan terindikasi melakukan praktek KKN. Seperti pada kasus terbaru di badan PD Pasar, ditemukan adanya tindak pidana korupsi yang merugikan pihak pedagang pasar. Total korupsi sebesar Rp. 1,6 miliar berasal dari pungutan biaya perpanjangan izin penggunaan kios di 27 pasar atau sekitar 17 ribu kios pedagang. Pengadaan Surat Penempatan Tempat Berusaha (SPTB) yang harusnya dikenai tarif sebesar Rp. 22 ribu nyatanya digelembungkan oleh oknum internal BUMD tersebut hingga Rp. 120 ribu. Belum lagi bea balik nama yang dikenakan hingga tiga kali lipat dari semula Rp. 400 ribu. Pihak yang dirugikan? Tentu para pedagang.

Cuma seorang pejalan yang gemar memaknai hubungan sosial.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.