Solusi Sampah Bonggol Jagung: Kompos!

Salah seorang petani membantu Andre dalam mendemonstrasikan pembuatan pupuk

Tim KKN KB-001 klaster agro menurut saya bergerak cukup agresif dalam mengerjakan program kerja mereka. Hari Senin ini sudah ada dua program yang sukses mereka laksanakan, ditambah antusiasme masyarakat desa Tumiang yang notabene didominasi para petani. Dari pukul 9 pagi, para petani yang mewakili gabungan kelompok tani (gapoktan) sudah memenuhi ruang rapat kantor desa Tumiang. Mereka sangat antusias mengikuti kegiatan sosialisasi aplikasi Desa yang diluncurkan oleh UGM dan dipresentasikan Hasniah, juga pemanfaatan sampah bonggol jagung sebagai pupuk alternatif. Ya, memang sebagian besar petani di desa Tumiang adalah petani jagung, sisanya petani padi. Para petani ini setiap memasuki musim panen akan pergi ke ladang guna memetik jagung sebelum akhirnya dimipil (memisahkan bonggol dengan biji jagung) dan dijemur hingga benar-benar kering. Sayangnya, para petani ini tidak mengolah sampah dari bonggol jagung dan membuangnya di satu tempat. Bonggol-bonggol ini semakin banyak setiap minggunya. Akhirnya, Andre menginisiasi program pembuatan kompos dari bonggol jagung. Well, setidaknya sampah organik ini bisa tergunakan dengan baik ke depannya. 



Sebenarnya, demonstrasi pembuatan pupuk kompos dijadwalkan untuk dilaksanakan esok hari. Tampaknya para petani tidak punya cukup waktu sekaligus antusias pada program praktikum yang satu ini. 

Sebelum waktu pelaksanaan program, Andre telah berpesan pada masing-masing poktan untuk membawa setidaknya 2 kg kotoran sapi dan 10 kg bonggol jagung. Selain itu, ada dedak 3,6 kg, sekam 2,4 kg, molase, EM4 (effective microorganizm 4), tongkol 10kg, pupuk organik cair, molase. 

Bagaimana sih cara membuat pupuk kompos dari bonggol jagung?

Pertama-tama, potong dulu bonggol jagung dengan ketebalan masing-masing 2 cm. Kenapa 2 cm? Karena 2 cm adalah ukuran yang tepat dan efektif guna memudahkan proses dekomposisi bagi bakteri. Kenapa tidak lebih tipis? Semakin tipis ukuran bonggol, maka jarak antar bonggol akan semakin sempit dan proses aerasi—masuknya udara lewat celah antar bonggol, semakin terhambat. Logika ini mirip dengan bagaimana partikel pada zat-zat cair, padat, dan gas. 



Setelah dipotong, campur bonggol dengan dedak, sekam, serta kotoran sapi hingga merata. Terutama kotoran sapi, jika memungkinkan gunakan kotoran yang masih baru sehingga masih hangat dan lunak. 

Berikutnya, campurkan 10 liter air dengan EM4 dan molase. Sayangnya karena tim klaster agro tidak menemukan molase di Singkawang maupun Bengkayang, mereka menggantinya dengan lelehan gula merah yang dituangkan sebanyak 10 sendok makan. Sebelumnya, sebanyak 250 gr gula merah dilelehkan dengan 400 mL air hangat. 

Mencampur 10 liter air dengan cairan EM4

Kemudian tuangkan air yang sudah dicampur dengan EM4 di atas campuran bonggol secara merata. Aduk perlahan jangan sampai bonggol hancur. 

Mencampur dedak dan sekam ke dalam adonan
Andre mengaduk adonan menggunakan cangkul dengan berhati-hati

Terakhir, simpan adonan pupuk tadi di tempat yang teduh, terhindar dari hujan, dan tidak terkena sinar matahari langsung. Biarkan selama satu minggu. Memasuki hari ke tujuh, buka bungkus adonan dan lakukan pembalikan adonan sehingga akan terdekomposisi secara sempurna. Menurut pemaparan Andre, adonan pupuk akan siap pada minggu ketiga dan bisa tahan hingga berbulan-bulan lamanya. Lumayan kan, bisa mengurangi sampah organik serta menjadikannya pupuk yang ramah lingkungan.

Cheers!